tirto.id - Kementerian Koperasi dan UKM membentuk tim independen untuk membantu pengusutan kasus kekerasan seksual yang menimpa pegawainya. Hal itu dikatakan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki usai bertemu dengan keluarga korban, pendamping dan aktivis perempuan di kantor Kemenkop, Jakarta, Selasa (26/10/2022) kemarin.
"Keluarga korban membuka kembali kasus pelecehan seksual dengan melaporkan kembali kasusnya ke LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) dan Ombudsman. Untuk itu, Kemenkop UKM bergerak cepat membentuk Tim Independen sebagai upaya penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan Kemenkop-UKM," katanya dikutip dari Antara, Rabu (26/10/2022).
Teten menjelaskan tim Independen nantinya memiliki dua tugas utama. Pertama, mencari fakta. Kedua, memberikan rekomendasi penyelesaian kasus kekerasan seksual maksimal satu bulan.
“Tugas lainnya adalah merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual Kemenkop-UKM selama jangka waktu tiga bulan,” bebernya.
Tim Independen terdiri dari unsur Kemenkop. Diwakili Staf Khusus Menkop Bidang Ekonomi Kerakyatan Riza Damanik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Kemudian ada juga Aktivis Perempuan Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Ratna Batara Munti. Teten menuturkan audiensi bersama aktivis perempuan menjadi pertemuan yang sangat produktif untuk mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual.
"Kemenkop tidak mentolerir praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi asas keadilan, segera kami tindak lanjuti," bebernya.
Lebih lanjut, dia berkomitmen menerapkan standar baku penanganan kasus terkait kekerasan seksual. Kemudian mengupayakan pembentukan sistem penanganan yang lebih baik terutama untuk korban, mulai dari pendampingan fisik, mental hingga konseling.
“Kasus ini sekaligus menjadi momentum untuk kami menyiapkan SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Saya sudah bertemu keluarga korban dan kita akan mengakomodir tuntutan dari keluarga korban," ungkapnya.
Pihaknya juga kata Teten mengaku siap memberikan data pendukung yang diperlukan dan berkoordinasi dengan tim independen, sehingga perlindungan keluarga korban di kementerian dipastikan terjamin dan tidak ada intimidasi apapun.
Dikutip dari Antara, pada tahun 2019, terjadi kekerasan seksual di lingkup kementerian tersebut yang kemudian ditindaklanjuti berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Kepolisian disebut telah menahan empat terduga yang melakukan pelecehan seksual.
Kasus itu sempat dihentikan ketika penyidik mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 3 setelah pihak keluarga korban dan para pelaku diduga bersepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dengan menikahkan salah satu pelaku dengan korban.
Pihak kementerian mengklaim telah memberikan sanksi pemecatan kepada dua pegawai honorer. Kemudian memberikan sanksi berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun dari kelas jabatan 7 menjadi kelas jabatan 3 kepada dua orang Pegawai Negeri Sipil (PNS).